PENDIDIKAN GURU PENGERAK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF



PENDIDIKAN GURU PENGERAK

AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

Rancangan Tindakan Aksi Nyata

Latar Belakang
        Sekolah adalah tempat untuk mengeksplorasi diri, bermain, dan belajar. Idealnya sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi murid dan guru. Untuk menciptakan sekolah yang nyaman dan aman tentunya dibutuhkan peraturan yang dapat ditaati oleh semua warga sekolah.
Namun apakah membuat peraturan itu efektif?
        Pada dasarnya murid tidak menyukai peraturan karena jika melakukan pelanggaran, tentunya mereka akan mendapatkan hukuman yang akan mempermalukan dirinya sendiri.
        Kurangnya motivasi intrinsik pada diri murid untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini.
        Budaya positif di sekolah diperlukan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan positif dengan menerapkan keyakinan kelas yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal.

Tujuan Aksi Nyata
  • Mewujudkan murid yang merdeka dan memiliki displin positif yang kuat
  • Menciptakan lingkungan dan budaya positif di sekolah dengan meyakini nilai-nilai dan kebijakan universal
Tolak Ukur Keberhasilan
  • Terbentuknya "Keyakinan Kelas" melalui kegiatan membuat kesepakatan kelas bersama yang saya lakukan (guru kelas) bersama murid.
  • Murid mampu menerapkan, meyakini, dan menunjukkan perilaku sesuai "Keyakinan Kelas" yang dibuat.
  • Warga sekolah berkolaborasi untuk mewujudkan lingkungan positif
Linimasa Tindakan (Langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan)

  1. Meminta ijin kepada kepala sekolah untuk dapat mendiseminasikan bersama rekan guru, menyusun rencana kegiatan, dan membuat surat permohonan kegiatan diseminasi
  2. Membuat undangan diseminasi pemahaman materi Budaya Positif (Keyakinan Kelas dan Segitiga Restitusi) kepada rekan guru
  3. Berkoordinasi dan berkolaborasi dengan wali kelas untuk membuat keyakinan kelas di kelas masing-masing.
  4. Memantau, merefleksi, dan mengevaluasi keyakinan kelas yang telah dibuat.
Dukungan yang Dibutuhkan

  1. Dukungan dan kolaborasi dari kepala sekolah, rekan guru, serta murid agar tindakan yang telah disusun dapat dilakukan secara lancar, secara menyeluruh, dan berkesinambungan
  2. Sarana dan prasarana untuk menumbuhkan lingkungan dan budaya positif
  3. Kolaborasi orang tua untuk dapat menerapkan budaya positif di lingkungan rumah
KEGIATAN DISEMINASI DI SEKOLAH MENGENAI PEMAHAMAN DAN PENERAPAN PENGALAMAN BUDAYA POSITIF

Perubahan Paradigma Belajar
Konsep Utama Budaya Positif

Pembelajaran dengan paradigma baru merupakan pembelajaran berdasarkan prinsip pembelajaran berdiferensiasi sehingga murid belajar sesuai kebutuhannya berdasarkan tahap perkembangan untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

(Teori Psikologi Modern)

Kegiatan Pemahaman Perubahan Paradigma

‘Cobalah Buka’. Anda adalah A, tugas Anda adalah mengepalkan salah satu tangan Anda. Coba Anda bayangkan bahwa Anda menyimpan sesuatu yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Anda. Anda perlu menjaga benda tersebut sekuat tenaga Anda karena begitu pentingnya untuk kehidupan Anda. Tugas rekan Anda, B, adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan tangan Anda. Teman Anda B boleh membujuk, menghardik, mengintimidasi, memarahi, menggoda, menggelitik, bahkan menawari Anda uang agar Anda bersedia membuka kepalan tangan Anda.

Miskonsepsi tentang Teori Kontrol

  1. IIusi guru mengontrol murid
  2. IIusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat
  3. IIusi bahwa kritik dan membuat rasa bersalah mampu menguatkan karakter
  4. IIusi bahwa orang dewasa berhak memaksa

Mengubah Paradigma Stimulus Respon ke Teori Kontrol

Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa,

“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.




Disiplin Positif

Disiplin berasal dari kata "Disiplina" yang artinya belajar. Disiplin mengacu pada disiplin diri yang berarti memiliki tanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya berdasarkan nilai-nilai yang diyakini

Disiplin Positif merupakan salah satu cara penerapan disiplin yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran serta memberdayakan murid tampa imbalan penghargaan (reward) dan ancaman atau hukuman

Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna.

Disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.

Sebagai Guru tujuan kita adalah menciptakan murid yang memilki disiplin diri sehingga mereka berperilaku mengacu kepada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik dalam perubahan perilaku ke arah yang lebih baik


Nilai-Nilai Kebajikan

Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu

1. PROFIL PELAJAR PANCASILA

Beriman dan bertakwa pada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebhinekaan hlobal, gotong royong mandir, kreatif, dan bernalar kritis

2. IBO PRIMARY YEARS PROGRAM

Toleransi, Rasa Hormat, Integritas, Mandiri, Menghargai, Antusias, Empati, Keingin tahuan, Kreativitas, Kerja sama, Percaya Diri, dan Komitmen

3. SEMBILAN PILAR KARAKTER (Indonesian Heritage Foundation/IHF)

Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA , Kemandirian dan Tanggung jawab , Kejujuran (Amanah), Diplomatis, Hormat dan Santun, Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong, Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras, Kepemimpinan dan Keadilan, Baik dan Rendah Hati , Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan

4. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills)

a. Keterampilan Hidup

Dapat dipercaya , Lurus Hati , Pendengar yang Aktif, Tidak Merendahkan Orang Lain, Memberikan yang Terbaik dari Diri

b. Petunjuk Hidup

Penalaran, Bekerja sama, Keberanian , Keingintahuan , Usaha , Keluwesan/ Fleksibilitas , Berorganisasi Dapat dipercaya , Lurus Hati , Pendengar yang Aktif, Tidak Merendahkan Orang Lain, Memberikan yang Terbaik dari Diri , Kesabaran , Keteguhan hati , Kehormatan, Memiliki Rasa Humor , Berinisiatif, Integritas , Pemecahan Masalah , Sumber pengetahuan , Tanggung jawab, Persahabatan

c. The Seven Essential Virtues (dari Building Moral Intelligence, Michele Borba)

Empati , Suara Hati , Kontrol Diri , Rasa Hormat, Kebaikan , Toleransi , Keadilan

5. The Virtues Project (Proyek Nilai-nilai Kebajikan)

Peduli, Rajin, Integritas, Rasa Hormat, Keterusterangan, Keberanian, Kebahagiaan, Tanggung Jawab, Kebersihan, Kesantunan, Keadilan, Pengabdian, Komitmen, Kreatif, Baik Hati, Bijaksana, Belas Kasih, Semangat, Kesetiaan, Bersyukur, Percaya Diri, Kedermawan, Berprinsip, Toleransi, Belas Kasih, Kejujuran, Bersahaja, Percaya, Bertujuan,Dermawan, Keteraturan Lurus Hati, Tenggang Rasa, Harga Diri, Kedamaian, Ketegasan, Gotong Royong, Rendah Hati, Keteguhan Hati, Pengertian

Motivasi Perilaku Manusia

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia.

1. Untuk menghindari hukuman / ketidanyamanan

Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal
2. Untuk mendapatkan hadiah/imbalan/penghargaan dari orang lain
Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini juga bersifat eksternal.
3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka pegang
Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

Hukuman dan Penghargaan (Hukuman, Konsekwensi, dan Restitusi)

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat

Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain


Hukuman

  • Tidak terencana/tiba-tiba
  • Murid tidak tahu apa yang akan terjadi/tidak dilibatkan
  • Bersifat 1 arah
  • Berupa hukuman fisik/psikis

Konsekwensi

  • Terencana/disepakati sesuai peraturan
  • Murid tetap dibuat tidak nyaman
  • Sikap guru selalu memonitor murid

Restitusi

  • Proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaii kesalahan
  • Proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi sendiri
Ada Apa dengan Pemberian Penghargaan?

Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang

  • Penghargaan efektif jika kita menginginkan seseorang melakukan sesuatu yang kita inginkan, dalam jangka waktu pendek.

  • Jika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari dalam.

  • Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka selain kita senantiasa berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita pun menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan.

Penghargaan Tidak Efektif

  • Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, maka Anda akan mendapatkan penghargaan yang diinginkan.

  • Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan berusaha sekeras sebelumnya.

  • Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu, maka kita harus terus menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin orang tersebut meneruskan perilaku yang kita inginkan.

  • Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila diberikan penghargaan hampir pasti tidak berhasil.

Penghargaan Merusak Hubungan

  • Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan tersebut.

  • Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut.

  • Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan.

  • Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba.

Penghargaan Mengurangi Ketepatan

Riset I: Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda. Gambar-gambar tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam bentuk uang) pada saat mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian yang lain tidak.

Hasil: Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih banyak kesalahan.


Riset II: Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka diminta mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali muncul. Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang benar, dan sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar.

Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu jawabannya benar.

Penghargaan Menurunkan Kualitas

Pengamatan dilakukan pada sekelompok mahasiswa/i yang sedang kerja praktik di sebuah surat kabar universitas; saat itu mereka sedang belajar menuliskan sebuah artikel tentang sebuah judul berita utama. Seiring waktu mahasiswa/i tersebut semakin mampu bekerja dengan cepat. Kemudian, ada beberapa mahasiswa/i yang dibayar untuk setiap judul berita utama yang mereka mampu hasilkan, dan setelah beberapa lama mahasiswa/i yang dibayar ini hasil kinerjanya berhenti berkembang. Mereka yang tidak menerima bayaran terus berupaya mengasah diri menjadi lebih baik.

Penghargaan Mematikan Kreativitas

  • Murid-murid diminta berpikir mengenai hadiah atau penghargaan yang bisa mereka dapatkan bila berhasil menulis sebuah puisi. Kreatifitas kelompok murid-murid ini menjadi berkurang, dibandingkan dengan yang tidak diberitahukan tentang hadiah yang bisa mereka terima.

  • Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan seni atau sebuah penulisan cerita menjadi kurang kreatif bila dijanjikan sebuah hadiah/penghargaan.

  • Dalam tugas-tugas memecahkan masalah, para murid memakan waktu lebih lama dan memberikan jalan keluar kurang kreatif, saat mereka dijanjikan suatu penghargaan.

Penghargaan Menghukum

  • Penghargaan ‘menghukum’ mereka yang tidak mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan ranking kedua akan merasa paling ‘dihukum’.

  • Memberikan penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang.

  • Karena orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama, penghargaan akan terlihat sebagai hukuman.

  • Jika suatu penghargaan diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda akan merasa dihukum.

Motivasi dari Dalam Diri (Intrinsik)

  • Saat seorang anak belajar untuk pertama kali, menggabungkan huruf-huruf dan kata-kata,  serta menyadari bahwa ia dapat membaca, timbul pijar di matanya dan sebuah senyuman di wajahnya. Anak tersebut begitu gembira bahwa ia telah mempelajari dan menguasai suatu keterampilan baru. Kesadaran akan kemampuannya bahwa ‘dia’ sudah dapat membaca, sesungguhnya sudah merupakan sebuah penghargaan.

  • Jika kita memberikan penghargaan kepada seorang anak pada saat dia sedang merasa bangga dengan pencapaiannya sendiri, maka kita akan mengambil kegembiraan yang saat itu sedang dirasakan secara alamiah


RESTITUSI 
(Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan
memulihkan dirinya setelah berbuat salah)

  1. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
  2. Restitusi memperbaiki hubungan
  3. Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
  4. Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri
  5. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari Tindakan
  6. Restitusi fokus pada karakter bukan Tindakan
  7. Restitusi fokus pada solusi
  8. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya
Keyakinan Kelas
Bagaimana Membuat Keyakinan Kelas?

  1. Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
  2. Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
  3. Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
  4. Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
  5. Keyakinan kelas ebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. 
  6. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
  7. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas

  1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.

  2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.

  3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.
    Contoh:
    Kalimat negatif: Jangan berlari di kelas atau koridor.
    Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.

  4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut.  Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati.  Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke keyakinan sekolah/kelas.

  5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan.

  6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid. 

  7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.

Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia adalah segala sesuatu yang kita lakukan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Selurh tindakan yang kita lakukan memiliki tujuan tertentu, dan semua usaha terbaik yang kita lakukan adalah dalam rangka agar kebutuhan dasar kita terpenuhi dengan baik.

5 Kebutuhan Dasar Manusia

  1. Bertahan Hidup, Makanan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan, keamanan
  2. Kasih Sayang dan rasa diterima, Rasa diterima, diperdulikan, berbagi, kerjasama, menjadi bagian kelompok
  3. Penguasaan, Harga diri, keingginan dianggap, memimpin, berprestasi, diakui, didengar
  4. Kebebasan, Mandiri, memiliki pilihan, mencoba hal baru, mampu mengendalikan arah dirinya
  5. Kesenangan, Bermain, humor, antusiasme, tertawa
Posisi Kontrol

Program disiplin positif yang berpusat pada murid, yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut dengan 5 Posisi Kontrol.

1. Penghukum

Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”

“Kamu selalu saja salah!”

2. Pembuat Merasa Bersalah

Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”

“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”

3. Teman

Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:

“Ayo bantulah, demi bapak ya?”

“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”

4. Pemantau

Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

“Peraturannya apa?”

“Apa yang telah kamu lakukan?”

5. Manajer

Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.  Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)

“Apakah kamu meyakininya?”


Segitiga Restitusi

Segitiga Restitusi adalah Suatu proses dialog yang dijalankan guru untuk dapat menghasilkan murid yang mandiri dan bertanggung jawab


Sisi 1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:

  • Berbuat salah itu tidak apa-apa.
  • Tidak ada manusia yang sempurna
  • Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
  • Kita bisa menyelesaikan ini.
  • Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
  • Kamu berhak merasa begitu.
  • Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?

Sisi 2. Validasi Tindakan yang Salah 

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk,  pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.

  • “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
  • “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
  • “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
  • “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”

Sisi 3. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

  • Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
  • Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
  • Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
  • Kamu mau jadi orang yang seperti apa?
ContohPenerapan Segitiga Restitusi

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENERAPAN MEDIA ULAR TANGGA KARTESIUS (UTAKA) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK UNTUK BEST PRACTICE 2016

Shopeepay yang Dinonaktifkan

RPP IPA KELAS IV SEMESTER 2 KD 10.1 DAN 10.2